Bismillah...
Mungkin cinta hanyalah persoalan rasa. Biasa saja sebagian
orang menanggapinya, tapi banyak pula orang yang menganggap cinta sebagai
sebuah kekuatan yang sangat besar pengaruhnya. Tapi mungkin pula hanyalah
persoalan kondisi. Mungkin kekuatan cinta yang sesungguhnya bisa tercipta dari
hubungan cinta antara seorang suami dan istrinya, ibu dan anaknya, ayah dan
anaknya dan anak kepada kedua orang tuanya.
Aneh memang persoalan cinta ini. Di satu sisi ada orang yang
benar-benar serius menanggapi cinta, tapi disisi lain ada pula orang yang hanya
bermain-main dengan cinta. Khusus untuk hubungan cinta antara laki-laki dan
perempuan. Pun cinta menjadi banyak macamnya. Entahlah apa namanya, yang pasti
seorang lelaki atau perempuan yang benar-benar mencintai kekasihnya, pasti akan
mencurahkan segenap rasa cinta itu dengan sungguh-sungguh dan serius hingga
dengan kesungguhan itu ia akan tetap mempertahankan sang kekasih apapun
kondisinya, tapi bagi mereka yang tak bersungguh-sungguh atau hanya
bermain-main saja dengan cintanya, sudah
pasti tak memiliki niat untuk mempertahankan kekasihnya atau bahkan justru tak
puas hanya dengan satu wanita. Sehingga bagi penggiat cinta seperti ini, mereka
dijuluki playboy atau playgirl.
Sejauh ini pun, selama dunia terkembang, persoalan cinta
adalah persoalan yang tak pernah ada habisnya. Terlebih lagi, tak satupun makna
yang benar-benar pasti akan cinta ini. Masing-masing orang memiliki pandangan
tersendiri terhadap cinta. Hal itu lumrah, karena cinta memang hanyalah
persoalan rasa. dan hanya akan menjadi tanda tanya besar dalam kehidupan.
Nach satu hal yang paling penting, terkait persoalan cinta.
Tak muluk-muluk jawaban senior saya. “Apalah artinya rasa cinta tanpa sebuah
refleksi”. Yach.. Refleksi akan cinta. Saya tersadar, mungkin sebab inilah yang
menjadikan banyak orang gagal dalam dunia percintaannya. Ia gagal merefleksikan
cintanya. Betapa banyak lelaki dan wanita yang harus kecewa, galau dsb, hanya
karena ia tak mampu merefleksikan cinta itu. cinta hanya terpendam di dasar
hati yang paling dalam. Mungkin refleksi yang dimaksud adalah sebuah
pengungkapan yang tulus dari hati. Bukan sekedar harapan palsu atau istilahnya saat
ini adalah PHP. Ataukah sebuah pembuktian. Yach refleksi mungkin bisa juga
dimaksud sebagai pembuktian. Walau tanpa kata, kita pun mampu memperlihatkan
bukti cinta kita. Misalnya dari gestur tubuh, tatapan mata dll. Ahhh… pelik
benar perkara cinta ini.
Refleksi seperti apa yang pantas untuk membuktikan cinta
yang seharusnya? Pertanyaan yang urung pula terjawabkan. Lalu apakah harus
diam? Ahhh semakin rumit saja. Ada orang yang menggap mencintai dalam diam
adalah sebuah jalan yang pantas untuk dilakukan. Lagi-lagi kesimpulan saya
adalah kondisi, yach kondisi. Tergantung kondisi seperti apa yang tengah
dialami. Kemungkinan orang yang mencintai dalam diam adalah orang yang
mencintai seseorang yang telah memiliki pasangan hidupnya. Entah itu Istri atau
hanya sekedar pacar, bisa jadi adalah orang yang tak mampu untuk mengungkapkan
cintanya. Kondisi lain berbeda. Ada yang begitu menggebu-gebu mengungkapkan
cintanya. Karena ia tahu bahwa yang ia cinta adalah orang yang masih single. Walaupun ada pula yang tak “tahu
diri” mengungkapkan cinta dan berharap besar pada orang yang telah memiliki
pasangan hidup, atau berharap besar pada orang yang tidak memiliki rasa
padanya. Hahahahaha…… stress juga memikirkan cinta.
Jadi refleksi seperti apa yang dimaksud??? Sampai kemarin
waktu saya masih polos-polosnya, hal ini menjadi hal yang sangat menyita
perhatian. Tapi seiring berjalannya waktu, ada satu konsep yang kemudian coba
untuk saya jalani dan saya rasa konsep ini sangat cocok bagi saya. Dan saya
yakin akan cocok pula pada orang lain. Konsep seperti apakah gerangan? Tak
sulit, sangat sederhana, hanya konsep kecintaan yang menitik beratkan pada
kecintaan mutlak pada sang Ilahi (Mahabbah). Mencintai Allah dari segalanya
yang ada dimuka bumi ini, mencinta apa yang Allah ciptakan karenaNya. Hanya
itu? yach hanya itu. Apa mungkin? Yach sangat mungkin. Apa bisa? Yach sangat
Bisa. Intinya adalah kemauan. Apakah mau atau tidak.
Mencintai Allah dari segalanya akan menentramkan hati. Tak
seperti ketika kita mencintai manusia. Hal itu bisa saja mengecawakan. Tapi
Allah. Allah tidak akan pernah mengecewakan hambaNya. Tanamkan keyakinan itu.
Mencintai segala apa yang ada dimuka bumi ini karenaNya. Apa
yang ada dilangit dan dibumi adalah semu. Semuanya hanya sementara yang Allah
titipkan bagi manusia, dan semua adalah kepunyaan Allah. Jika Allah
mengambilnya, maka hal itu adalah hal yang sangat wajar. dan jika keyakinan
besar kita demikian, maka tak ada kekecewaan sedikitpun didalam hati. Sebab
kita yakin ketika Allah mengambil sesuatu dari kita, maka Allah akan
menggantikan sesuatu itu lebih baik dan lebih indah dari sebelumnya.
Konsep cinta inilah yang mungkin pantas untuk direfleksikan.
Mencintai yang semu sekadarnya, seadanya, dan mencintai yang mutlak sepenuhnya.
Wallaualam.
Fastabiqul Khairat.
Wassalam
Malam telah berlalu. Dan saat ini jari masih asyik menari-nari diatas
keyboard.
Palopo, 00.28 Wita. 16 Februari 2016
Muh. Azka Al-Fatih